Sunday, December 12, 2010

Renungan: Evaluasi Capaian Indonesia Atas Empat Alasan Negara Ini Didirikan


Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia Merdeka jang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah-darah Indonesia, dan untuk memadjukan kesedjahteraan umum, mentjerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia jang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Hukum Dasar Negara Indonesia, jang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indnesia, jang berkedaulatan rakjat, dengan berdasar kepada: keTuhanan, dengan kewadjiban mendjalankan sjari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknja, menurut dasar kemanusiaan jang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakjatan jang dipimpin oleh hikmat kebidjaksanaan dalam permusjawaratan perwakilan, serta dengan mewudjudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakjat Indonesia.*)


Kutipan alinea keempat pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut mencantumkan empat cita-cita besar bangsa Indonesia. Kini negeri yang didirikan dengan empat tujuan mulia ini telah berusia lebih dari 65 tahun. Bapak bangsa mungkin akan menangis jika melihat bagaimana perjalanan negeri ini begitu banyak mengkhianati cita-citanya sendiri.


Pemerintah Negara Indonesia bertujuan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, namun perlindungan negara terhadap rakyat maupun tanah air masih jauh panggang dari api. Negara hadir sebagai eksploitator baru bagi rakyat, menggantikan peran penjajah yang diusir dari bumi pertiwi dengan cucuran darah dan air mata rakyat. Pajak yang hanya menghimpit rakyat kecil, malah dimakan para koruptor dan penyalah guna kekuasaan. Tanah air Indonesia perlahan dikuasai asing dan rakyat menjadi budak yang bekerja untuk tamu-tamu investor negara ini di kampung halaman mereka sendiri.

Negara ini juga bercita-cita untuk memajukan kesejahteraan umum. Namun, apakah ini bisa terwujud saat cita-cita pertama malah dikhianati? Bagaimana negara memajukan kesejahteraan rakyat banyak ketika negara malah menyiksa rakyat lewat berbagai kebijakannya? Bagaimana negara menyejahterakan rakyat ketika negera tak mampu melindungi rakyat dari kekejaman bangsa sendiri di dalam negeri, apatah lagi melindungi pahlawan devisa yang mengalami kekejaman di luar negeri?

Republik ini juga bermimpi untuk mencerdaskan kehidupan bangsanya. Muak begitu lama tenggelam dalam pembodohan oleh penjajah, negeri ini lahir untuk membaktikan diri menerangi bangsa dengan pendidikan. Lebih dari separuh abad kemerdekaannya, pendidikan belum lagi merata, lebih ironis lagi, orientasi pendidikan agaknya mengikuti pemahaman kaum penjajah, yaitu terdidik berarti terpelajar, pintar, dan canggih. Disaat yang sama moral dan etika jadi tak berharga, pendidikan agama dan susila tak menjadi prioritas dalam pendidikan kita. Maka jadilah generasi bangsa, generasi yang materialis, menggunakan kemampuannya untuk memangsa mereka yang lemah dan bodoh, terutama dari bangsanya sendiri.

Indonesia merdeka juga berharap tidak hanya memberi manfaat bagi bangsanya saja. Negeri ini beritikad ikut melaksanakan ketertiban dunia, yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Saat Indonesia masih dijajah walaupun tidak dalam bentuk invasi militer (melainkan dalam bentuk invasi politik, ekonomi, sosial dan budaya) bagaimana Indonesia bisa menjadi inspirasi kemerdekaan yang hakiki bagi dunia? Saat negeri ini masih saling memakan antar sesama, bagaimana bisa bangsa yang katanya ramah dan bersahaj ini mewujudkan perdamaian abadi dunia? Atau saat ketimpangan sosial masih tersebar di mana-mana bagaiman negeri ini bisa menjadi teladan dalam keadilan sosial? Bagaimana Indonesia bisa mewujudkan ketertiban dunia saat dirinya dilanda sejuta masalah dan tak mampu menjadi teladan dunia sebagai negara yang seharusnya?

Namun, di balik itu semua, menyerah pada keadaan bukan solusinya. Bapak-bapak bangsa ini mengajarkan, keadaan dapat diubah, kesulitan dapat diakhiri, komitmen dan kerja keras telah membuktikan banyak hal dalam perjalanan negeri ini, sejak zaman penjajahan, awal kemerdekaan, masa-masa sulit mempertahankan kemerdekaan, hingga era mengisi kemerdekaan. Negara ini belum lagi gagal. Generasi sekarang, kitalah yang bertanggungjawab menjaga rel arah negara menuju cita-citanya yang mulia, dengan segenap kemampuan yang kita bisa. Generasi sekarang, kitalah yang bertanggung jawab mewariskan generasi yang juga menjaga agar negara tetap pada koridor tujuan pendiriannya. Generasi sekarang, kitalah yang bertanggung jawab mewujudkan cita-cita bangsa atau mewujudkan generasi menadatang yang akan menggapai cita-cita mulia itu, suatu saat nanti. Sadarlah, kita adalah batu-bata yang menyusun rumah besar Indonesia. Jadilah batu-bata yang kokoh sehingga rumah kita berdiri tegak, tahan oleh gerusan angin dan gempuran cuaca, dan dapat menjadi tempat benaung bagi anak bangsa lebih lama.

(*Penulis sengaja mengambil naskah piagam Jakarta (sebelum pecoretan 7 kata "dengan kewadjiban mendjalankan sjari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknja") karena naskah inilah yang merupakan produk legal yang disusun pada tanggal 22 Juni 1945 oleh tim legal, yaitu Panitia Sembilan, yang dibentuk BPUPKI untuk menyelesaikan perdebatan panjang soal dasar negara di tubuh BPUPKI dan kemudian disepakati secara legal pula dalam sidang BPUPKI. Sedangkan naskah preambule yang dikenal sekarang (setelah pencoretan 7 kata, penggantian kata "Muqaddimah" menjadi Pembukaan UUD) merupakan perubahan yang dilakukan oleh sebagian pihak panitia sembilan (7 kata dicoret oleh Hatta atas usul AA, Maramis, keduanya anggota panitia sembilan) tanpa melalui kesepakatan dengan anggota panitia sembilan secara lengkap. Anehnya dalam perubahan yang dilakukan, Hatta malah meminta pendapat pihak diluar panitia sembilan yaitu Teuku Muhammad Hassan, Kasman Singodimedjo dan Ki Bagus Hadikusumo, namun tidak dengan anggota panitia sembilan secara lengkap, sehingga upaya perumusan yang dilakukan berbulan-bulan dalam pantia sembilan menjadi tidak dihargai lewat perubahan secara ilegal (tidak melalui panitia sembilan atau sidang BPUPKI) oleh sebagian orang saja (bukan oleh tim atau pihak yang berhak dan legal melakukannya) dalam waktu beberapa menit saja pada tanggal 18 Agustus 1945. Untuk mengetahui sikap yang mencederai asas musyawarah mufakat ini lebih lanjut, silakan telusuri link berikut:
>>naskah Piagam Jakarta dalam ejaan republik dan EYD
>>seputar perubahan Piagam Jakarta
atau mengkaji sejarah tentang BPUPKI, PPKI, panitia sembilan, dan Piagam Jakarta lebih lanjut

No comments:

Post a Comment