Monday, November 22, 2010

TKI Disiksa, TKI Dibunuh, TKI...


9 November 2010 (sumber yang sama sempat menyebutkan juga 8 November 2010) KJRI Jeddah mendapat informasi penyiksaan Sumiati binti Salam Mustapa, seorang TKI berusia 23 tahun, oleh majikannya (istri dan anak)di Madinah. Sumiati menderita luka di sekujur tubuhnya, kulit bagian kepala mengelupas dan bibir bagian atas digunting. Tak lama kemudian, dilaporkan (Migrant Care) TKI lainnya, Kikim Komalasari, asal Cianjur, Jawa Barat, dibunuh oleh majikannya setelah terlebih dulu dianiaya. Kikim dibunuh dengan cara di gorok lehernya, kemudian jenazahnya dibuang ke tong sampah di kota Abha, Arab Saudi. Ironisnya, Kikim dilapourkan dibunuh tiga hari sebelum hari raya Idul Adha (jenazah pun ditemukan pada hari yang sama). Dua kasus ini lebih dari cukup menjadi indikasi lemahnya perlindungan terhadap para "pahlawan devisa" ini setelah sebelumnya banyak kasus serupa juga terjadi dan berualng selama bertahun-tahun, terutama bagi para TKI yang bekerja sebagai PRT (Pembantu Rumah Tangga) di Arab Saudi dan Malaysia.


Arab Saudi merupakan salah satu negara tempat TKI terbesar di luar negeri setelah negara jiran Malaysia. Menurut data Depnakertrans tahun 2009, jumlah TKI yang bekerja di Arab Saudi mendekati angka 1 juta, yaitu 927.500 orang. Menurut catatan BNP2TKI pada 2009, Arab Saudi merupakan negara yang paling banyak didapati TKI bermasalah (22.035 kasus). Selain kasus penyiksaan, TKI di Arab Saudi mengalami pelecehan seksual, pemerkosaan, gaji tidak dibayar, serta lari dari majikan hingga meninggal dunia akibat kekerasan dan eksploitasi.
Perlu diketahui bahwa Indonesia dan Arab Saudi termasuk dalam negara yang menolak konvensi ILO untuk perlindungan PRT. Lebih gawat lagi, persepsi masyarakat terhadap PRT di Arab saudi ditengarai masih menyamakannya dengan hamba sahaya/budak. Persepsi ini kemudian membangun pola hubungan atas dasar majikan adalah pemilik seutuhnya atas diri PRT tersebut. Jika kita mengkaji pemahaman tentang budak/hamba sahaya di masa jahiliyah, maka kita akan mendapati fakta bahwa budak diperlakukan seperti barang hak milik, dapat diperjualbelikan (bahkan dalam sejarah pernah ada pasar budak kan?), tidak perlu digaji(hanya diberi makan sebagai hak untuk terus bertahan hidup, namun seorang tuan bisa saja tak memberinya makan atau pakaian), dapat disetubuhi oleh majikan laki-lakinya (jika hamba sahaya tersebut perempuan, mungkin hal inilah yang menyebabkan banyaknya kasus perkosaan terhadap TKW) dan tentu saja majikan bisa saja menghukumnya. Intinya, karena budak merupakan milik tuannya, maka terserah tuannya melakukan apapun terhadap barang yang menurutnya adalah miliknya.
Berulangnya perlakuan tak pantas terhadap TKI di Arab Saudi mencerminkan lemahnya perlindungan terhadap mereka sekaligus hinanya bangsa Indonesia. Bagaimanapun, jumlah TKI Arab Saudi yang jauh lebih banyak daripada WNI yang hidup di sana dengan aktivitas lain seolah mencerminkan wajah bangsa Indonesia sebagai bangsa budak. Apalagi ketika majikan-majikan di sana memperlakukan secara kejam para TKI dan RI tidak mampu memberikan tekanan terhadap pemerintah Arab Saudi atas kasus-kasus ini, hal ini seolah ketika majikan-majikan di Saudi memperbudak TKI, pada saat yang sama pemerintah Saudi memperbudak pemerintah RI. Selama pola hubungan tuan-budak ini yang terbangun dalam benak masyarakat Saudi (apakah mungkin juga terbangun dalam benak pemerintah kerajaan Arab Saudi) maka pelecehan, penyiksaan bahkan pembunuhan terhadap TKI di Arab Saudi akan berpotensi terus berulang.

data-data:
Penyiksaan TKI di Arab Saudi
Penyiksaan TKI, Kementerian Luar Negeri Panggil Dubes Arab Saudi
LSM: Terjadi Pembiaran, Penyiksaan TKI Berlanjut
Penyiksaan dan Pelecehan TKI, HAM atau Kedaulatan Bangsa?
Banyak Penyiksaan, Pemerintah Didesak Tarik TKI di Arab

No comments:

Post a Comment