Entah sudah berapa kali kita memperingati hari Pendidikan Nasional setiap tanggal 2 Mei. Namun, bangsa kita masih saja jauh dari dari salah satu cita-cita bangsa yang tercantum dalam pembukaan konstitusi negara kita "mencerdaskan kehidupan bangsa". Ya, kita tak bisa menyebutkan bangsa kita ini telah cerdas, mandiri dan berdikari. Berabad-abad kita dikondisikan tetap dalam kebodohan, setelah kemerdekaan bangsa ini pun dibaut agar tak terlalu cerdas dan kritis sehingga segelintir elit tetap langgeng memgang kekuasaan. Dan kini, ketika kita sudah melewati singsingan fajar reformasi, ketika kita semua seolah telah siap mengembalikan pendidikan sebagai hak seluruh anak negeri, kita tersungkur lagi dalam lumpur kebodohan. Pembodohan sistematis yang berlangsung terlalu lama ternyata telah menghipnotis kita, sehingga gelapnya kebodohan lebih nikmat dari pada sinar terang kecerdasan dan kemajuan.
Pendidikan hari ini seolah belum lagi memihak putra putri bangsa dari kalangan rakyat yang lemah. Kita sering mendengar "pendidikan yang baik itu memang mahal". Pernyataan ini sangat benar, namun hal ini tidak menghapus kewajiban negara untuk menjamin pendidikan bagi semua rakyatnya. Bukan berarti kita setuju agar pendidikan diturunkan kualitasnya sehingga lebih murah dan cocok dengan daya beli masyarakat, bukan! Justru kita harus mempersembahkan pendidikan terbaik bagi generasi hari ini yang akan memimpin bangsa ini kelak suatu hari nanti. Jika pendidikan memang mahal, maka negara harus bekerja agar rakyatnya menjadi kaya dan mampu untuk mengenyam pendidikan dengan kualitas terbaik.
Negara harus malu ketika mendengar perjuangan Rajuddin Batubara, seorang lulusan IKIP yang memiliki niat kuat untuk membangun pendidikan anak-anak dari keluarga pas-pasan. Dengan berbagai upaya, ia berhasil mengumpulkan tenaga rekan-rekannya dan dana para dermawan yang kemudian membuahkan Yayasan Al-Fathonah ("fathonah" sendiri dalam Islam dikenal sebagai salah satu sifat Nabi yang berarti "cerdas"). Sekolah rintisannya yang berlokasi di Desa Marendal 1, Kecamatan Patumbak, Sumatera Utara ini mengalami masa-masa pahit, ketika belajar hanya berdinding papan dan beratap rumbia. Namun, perlahan tapi pasti Al-Fatonah bangkit, sedikit demi sedikit. Hingga kini, Al-Fathonah dengan 3 pengasuh mendidik sekita 73 anak dengan tingkatan PAUD, TK dan SD, dan telah memiliki 2 bangunan kelas. Al-Fathonah juga mempunyai program "Shalat Pagi" di sekolah bagi siswa yang muslim sehingga sekolah ini disebut Laskar Dhuha.
"Sekolah di sini enak...nggak perlu bayar", ujar Rizky dengan polosnya.
sumber gambar : arsipberita.com
No comments:
Post a Comment