Wednesday, February 22, 2012

Ironi Indonesia di ASEAN: Pertumbuhan Ekonomi Tertinggi dengan Upah Buruh Terendah

Setelah lama puasa ngeblog (lebih tepatnya karena kesibukan yang nggak ketulungan) saya coba mulai bergiat lagi menulis dengan topik yang lagi hangat saat ini. Upah buruh yang rendah dalam pertumbuhan ekonomi yang tinggi. sebagaimana kita tahu, aksi berba
gai organisasi buruh, terutama mengambil momen Hari Pekerja Nasional ke-39 yang jatuh pada 2 Maret lalu, di berbagai wilayah di Indonesia mempunyai tuntutan pokok yang sama, "Naikkan Upah Buruh" dan "Tolak Upah Murah".
Ironisnya tuntutan ini terjadi ketika Indonesia mencapai pertumbuhan ekonomi sangat tinggi, 6,5% pada kuartal ke-4 tahun 2011. Presiden SBY menegaskan pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah yang tertinggi di ASEAN. Malaysia mencatat angka 5,2%, Filipina 5,0%, Thailand 4,5% dan Singapura 4,4%. Indonesia juga mencatat inflasi terendah se-Asia Pasifik di angka 3,79% dan nilai ekspor mencapai 200 miliar USD. Namun, itu semua tidak cukup untuk melukis senyum di wajah para buruh di Indonesia karena fakta yang sangat kontradiktif dengan prestasi tadi, gaji buruh di Indonesia adalah yang terendah se-ASEAN.
Upah buruh di Indonesia rata-rata adalah 0,6 USD atau Rp 5.400 per jam. Bandingkan dengan Pilipina USD 1,04 per jam, Thailand USD 1,63 per jam, dan Malaysia adalah yang tertinggi USD 2,88 per jam. Negara dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di ASEAN sekaligus negara dengan upah buruh terendah di ASEAN, paduan yang lebih tepat dibilang memilukan daripada apik, lebih tepat dimalui darpada dibanggai.
Pertanyaannya kenapa?
Sangat menarik jika kita melihat gambaran sederhana yang ditulis Said Zainal di situs BPS Jakarta Timur:
"Jika misalnya, suatu negara berpenduduk 100 juta orang, terdapat 5% penduduk dengan pendapatan rata-rata US$ 300.000 per tahun, sementara 95% lainnya berpendapatan US $ 3000 per tahun (setingkat pendapatan rata-rata Indonesia sekarang). Andaikan, jika golongan penduduk kaya yang 5% itu naik pendapatannya 10% per tahun, sementara golongan menengah ke bawah yang 95% itu mengalami penurunan pendapatan per tahun sebesar 20%, akan terjadi kenaikan pendapatan rata-rata sebesar 5,21%. Hal ini dapat ditunjukan dengan perhitungan sederhana seperti berikut.

1. Total pendaptan semula adalah:
a. 5 Juta X US$ 300.000 = US$ 1.500.000
b. 95 Juta X US$ 3.000 = US$ 285.000
Total pendaptan US$ 1.785.000

2. Kalau kemudian terjadi kenaikan pendapatan 10% dari golongan kaya (5%), dan pendaptan golongan miskin turun 20%, maka akan terlihat:

a. Total pendapatan penduduk kaya yang 5% menjadi = US$ 1.500.000 + US$ 150.000 = US$ 1.650.000
b. Total pendapatan penduduk menengah dan miskin yang 95% adalah = US$ 285.000 - US$ 57.000 = US$ 228.000.

3. Total pendapatan nasional baru adalah = US$ 1.650.000 + US$ 228.000 = US$ 1.878.000. Ini berarti telah terjadi pertumbuhan ekonomi sebesar =

US$ 1878.000 – US$ 1.785.000 = US$ 93.000 atau sama dengan (93.000 / 1.785.00) x 100% = 5,21%.

Dengan demikian dapat dipahami mengapa meskipun kita mengalami kenaikan pendapatan per kapita setiap tahun sekitar 5 - 6%, kemiskinan dalam masyarakat makin bertambah. Inilah barangkali yang dapat disebutkan sebagai growth with poverty atau bisa kita singkat sebagai groverty, atau dalam bahasa Indonesia dapat disebut sebagai pertumbuhan dengan kemiskinan atau disingkat sebagai pertumkin. Meskipun contoh tersebut memang dikemukakan secara agak menyolok, tetapi bagaimanapun, inilah yang sedang terjadi di Indonesia dewasa ini."

Jadi angka pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tinggi itu bisa saja hanya dirasakan oleh segelintir masyarakat Indonesia, dan jauh dari apa yang dikenal dengan "pemerataan kesejahteraan ekonomi".
Kembali ke soal upah buruh, Direktur INDEF, Ahmad Erani Yustika, menyatakan beban logistik industri di Indonesia mencapai 17% dari biaya produksi, Malaysia hanya 7%. Suku bunga Indonesia juga masih di angka 11-13% sementara negara lainnya di angka 5-6%. Belum lagi pungutan ilegal. Semua itu mempersulit pengusaha mengambil kebijakan untuk menaikkan upah buruh. Erani, mengusulkan partisipasi pemerintah dalam upaya ini. Pengusaha menaikkan upah buruh, sementara pemerintah menciptakan iklim yang memungkinkan pengusaha untuk mengambil kebijakan tersebut, seperti penertiban pungutan ilegal, penurunan suku bunga sehingga beban logistik dalam produksi dapat diturunkan. Yang begini, sepertin tidak cukup dengan mengandalkan dewan pengupahan daerah yang belum merata di seluruh wilayah Indonesia itu, hehehe...

3 comments:

  1. nice info om..demo kemaren yang nuntut naik gaji ampe blokir tol juga sebenarnya terkait gaji yang naiknya ditunda padahal harusnya wajar kalau gajinya dinaikkin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. ikut demo sur?hehe...
      pertumbuhan ekonomi harus diimbangi pemerataan ekonomi, itu jiwa tulisan ini

      Delete
    2. wahh..dah nge post lagi..(isin)

      Delete