Penguatan rupiah yang cukup signifikan bahkan hingga Rp400-Rp500/$ dalam waktu yang sangat singkat ternyata dimanfaatkan para importir nakal untuk meraup keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa mempedulikan kondisi produk lokal yang makin kalah bersaing di pasar domestik.
Aksi ambil untung banyak dilakukan importir terutama importir barang jadi. Produk-produk impor tersebut dibeli dalam dolar di luar negeri dan dijual dalam rupiah di dalam negeri. Karena penguatan yang cukup besar rupaih terhadap dolar sementara pemerintah tidak mengimbangi dengan kebijakan fiskal sehingga arus barang impor membanjiri pasar dalam negeri dan mengancam produk demostik yang semakin hari semakin terpuruk.
Staf ahli menteri perindustrian bidang pemasaran dan peningkatan penggunaan produksi dalam negeri, Fauzi Aziz pada Minggu menyatakan pemerintah perlu membuat kebijakan fiskal untuk mengendalikan arus deras barang impor ke dalam negeri. Ia menyarankan pemerintah melalui departemen keuangan meningkatkan bea masuk barang-barang jadi yang belum masuk dalam preferensi perdagangan bebas, "Kalau memang ingin menjadikan pasar domestik sebagai mesin pertumbuhan, keterbukaan pasar harus dikelola agar nggak masuk barang impor deras, penguatan rupiah memberi ruang bagi para importir dan bisnis ilegal mendapatkan ruang yang cukup." Pemerintah perlu melakukan langkah-langkah untuk melindungi industri dalam negeri agar tetap mampu bersaing di dalam negeri. Apalagi pola pikir masyarakat kita masih menggandrungi produk luar sealain karena dianggap lebih berkualitas, meningkatkan gengsi dan menggambarkan status sosial, produk negara-negara tertentu dikenal sangat murah dan terjangkau oleh kemampaun ekonomi rakyat kita.
No comments:
Post a Comment