Satu Kata Untuk Rokok, BERBAHAYA! |
Hari Bebas (Asap) Tembakau yang diperingati setiap tanggal 31 Mei merupakan gerakan moral yang didasarkan pada keprihatinan atas bencana kemanusiaan berupa kematian sekitar 3,5 juta jiwa manusia setiap tahunnya akibat merokok. Namun, gerakan yang telah dimulai sejak 1988 ini belum membuat dunia bebas dari asap rokok. Tantangannya memang berat, rokok telah membudaya dan mengakar kuat serta memiliki sejarah yang panjang terhadap manusia di lintas benua, selain itu konsumsi rokok yang sangat tinggi (perokok berat memiliki anggaran belanja rokok yang bahkan melebihi kebutuhan pokok) dan menjadi simbol bagi status-status tertentu (seperti kedewasaan, kejantanan, lambang persahabatan, menghilangkan pikiran suntuk, dan pandangan tak beralasan lainnya) ditambah korporasi rokok yang meraksasa, dengan kapital yang kuat, dan menyerap banyak tenaga kerja, menjadikan impian menciptakan dunia yang bebas rokok menjadi sangat sulit.
Para perokok bukannya tidak paham dengan resiko merokok, namun lebih tepatnya tidak peduli dengan efek samping rokok yang sangat berbahaya. Bukankah di setiap iklan dan kemasan rokok tercantum sosialisasi yang berbunyi "MEROKOK DAPAT MENYEBABKAN KANKER, SERANGAN JANTUNG, IMPOTENSI, DAN GANGGUAN KEHAMILAN DAN JANIN" yang selalu dilihat perokok telah memperingatkan mereka akan bahaya rokok? Saat awal gerakan hari tanpa tembakau digagas beberapa negara anggota WHO di tahun 1987, angka kematian akibat penyakit yang berhubungan dengan rokok mencapai 3,5 juta jiwa per tahun. Di Indonesia sendiri, pada tahun 2008 dinyatakan angka kematian yang disebabkan penyakit berat akibat rokok menyentuh angka 57.000 jiwa per tahun. Ini artinya ada 156 jiwa yang melayang setiap harinya akibat menghisap rokok. Perokok berat usia remaja saja diperkirakan sejumlah 85 juta jiwa (penduduk Indonesia hasil sensus 2010 sebanyak 240-an juta jiwa). Bahaya rokok yang sering disosialisasikan tidak ditanggapi sebagai sesuatu yang berbahaya oleh para perokok. Atau mungkin juga rokok yang memiliki daya candu telah mengaburkan rasionalitas perokok yang telah kecanduan rokok sehingga mengesampingkan bahaya rokok yang dahsyat karena saking candunya. Jika memang sebegitu berbahayanya, apakah tidak logis jika pemerintah Indonesia melakukan gerakan pengurangan secara bertahap dan kemudian pada akhirnya menghapus rokok secara total di tanah air Indonesia sebagai perwujudan cita-cita negara yang ingin "melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia"? Mungkin inilah kuncinya, namun jika "orang-orang" pemerintah tidak memberi teladan yang ringan dengan tidak merokok, dan pemerintah "tersandera" oleh korporasi, dana dan orang-orang rokok, maka kunci tadi semakin sulit di dapat karena entah tersangku di saku yang mana...
No comments:
Post a Comment