Tuesday, October 4, 2011

Freeport, Tersedia Opsi Renegosiasi, Arbitrase Hingga Nasionalisasi

Salah Satu Lokasi Tambang PT Freeport Indonesia di Papua
Freeport tidak pernah mendapatkan izinnya selama Presiden Soekarno memeritah. Namun sejak Orde Baru dimulai Freeport mendapat lampu hijau untuk eksplorasi dan kemudian eksploitasi tambang di Papua. Berbekal UU No 11 Tahun 1967 Freeport mengeruk kekayaan alam Papua dan menyisakan remah-remahnya saja bagi rakyat Papua. Freeport memperpanjang kontrak karyanya di masa Orde Baru pada Desember 1991 untuk kontrak selama 30 tahun dan dapat diperpanjang dua kali selama 10 tahun jika Freeport menginginkannya. PT FI menjelma menjadi perusahaan tambang emas terbesar di dunia dan memberikan 1% royaltinya bagi pemerintah sementara 99% sisanya digondol ke luar negeri. Tak pelak lagi, PT FI menjadi salah satu kepentingan vital Amerika di Indonesia.

Pemerintah mengajukan renegosiasi berdasarkan PP No 45 Tahun 2003 yang menetapkan bahwa royalti emas adalah 3, 75% harga jual kali tonase, sedangakn untuk tembaga adalah 4% harga jual kali tonase. Freeport berkeras dengan regulasi usang era Orde Baru UU No 11/ 1961 dengan royalti 1% bagi pemerintah. Dan mereka katakan itu adil. Lebih lanjut pihak PT FI melalui Ramdani Sirait mengatakan Indonesia termasuk beruntung jika dibandingkan dengan negara penghasil utama tambang lainnya. Namun pernyataan ini tak lebih dari upaya pembodohan karena royalti tambang negara lainnya justru lebih tinggi yaitu 5% hingga 6%. Tuntutan pemerintah pun tak setinggi itu. Di internal Freeport pun para karyawan saat sedang melakukan mogok kerja menunutut kenaikan gaji yang dinilai tidak layak.
"Dari seluruh perusahaan tambang di dunia ini, gaji karyawan Freeport yang paling rendah dan jauh dari standar, padahal tingkat risiko kerja sangat tinggi, yakni bekerja di ketinggian 4.200 meter, berkabut, curah hujan tinggi, suhu dingin yang sangat ekstrem, untuk menghasilkan emas, tembaga, perak dan tambang lainnya," kata Frans Wonmaly, Pengurus PUK SPSI PT Freeport. Data perbandingan tahun 2006, gaji pekerja tambang di Amerika Utara US$10-70 per jam, Amerika Selatan US$10-100 per jam dan Indonesia hanya US$0,98-2 per jam. Tahun 2010 gaji pekerja tambang di Amerika Utara mencapai rata-rata US$66,432 per jam sedangkan Indonesia hanya US$4,421-7,356 perjam. Jelas sekali Freeport hanya ingin untung besar tanpa memperhatikan kesejahteraan bahkan karyawannya sendiri.
Jika renegosiasi gagal, mungkin pemerintah akan menempuh langkah pengaduan ke arbitrase, karena menyangkut pelaksanaan Undang-undang. Namun ada satu hal yang jarang dibicarakan, mengapa kita tidak menasionalisasi salah satu aset bangsa yang berharga ini? Atau Amerika memang telah sebegitu dalamnya menancapkan kuku-kuku imperialismenya dalam kedaulatan ekonomi Indonesia? Kita tunggu langkah pemerintah yang katanya mengemban amanat untuk memberikan "sebesar-besarnya kemakmuran rakyat".

sumber gambar:
paschall-ab.blogspot.com

data-data:
http://www.berita-terbaru.com/berita-nasional/ternyata-gaji-karyawan-freeport-terendah-di-dunia.html
http://www.berita-terbaru.com/berita-nasional/freeportkontrak-kami-sudah-adil-untuk-indonesia-jangan-diutak-atik-lagi.html
http://www.gatra.com/terpopuler/46-ekonomi/3062-pemerintah-sembelit-renegosiasi-freeport
http://bisnis.vivanews.com/news/read/250820-dituduh-tak-mau-negosiasi--ini-kata-freeport

No comments:

Post a Comment