Sisa penyerangan Ahmadiyah di Cikeusik |
Serangan terhadap jamaah ahmadiyah di Cikeusik, Pandeglang seharusnya tidak dipandang sebagai aksi anarkhis, namun sebagai reaksi anarkhis. Tindakan penyerangan itu bukanlah tanpa sebab, namun dipicu oleh aksi tertentu yang kemudian menimbulkan reaksi. Aksi yang dimaksud adalah tetap disebarkannya ajaran ahmadiyah kepada orang non-ahmadiyah, terutama muslim, sehingga menimbulkan reaksi dari masyarakat terhadap ajaran yang telah dikatakan sesat dan menyesatkan ini.
Tindakan anarkhis memang tidak dapat dibenarkan. Namun jika tindakan ini hanya reaksi, tentunya sangat bisa dicegah dengan meniadakan aksi yang memicunya. Serangan terhadap ahmadiyah bukan pertama kalinya, serangan ini sudah terjadi beberapa kali sebelumnya. Dari sini, negara seharusnya belajar bahwa sebagian masyarakat Indonesia cenderung bereaksi anarkhis terhadap aksi penyebaran ajaran ahmadiyah, sehingga pemerintah menyadari bahwa untuk melindungi jamaah ahmadiyah yang juga warga negara Indonesia dari tindak kekerasan, negara harus mencegah jamaah ahmadiyah menyebarkan ajarannya kepada warga non-ahmadiyah. Memang pemerintah telah menerbitkan SKB 3 menteri sebagai salah satu upaya melarang aksi pemicu tersebut, namun karena ahmadiyah tidak mematuhi dan membandel terhada SKB ini maka reaksi yang sudah diduga akan terulang terjadi lagi.
Mengenai reaksi anarkhis yang sudah terjadi, negara tetap tidak dapat membenarkannya, namun negara juga perlu "menertibkan" pihak ahmadiyah yang memicu reaksi tersebut. Negara harus belajar bahwa SKB tidak cukup, SKB yang telah terlanggar ini harus dilengkapi dengan fasilitasi penerapannya, tindakan bagi pelanggarnya, baik itu dari jamaah ahmadiyah maupun masyarakat, karena kedua pihak ini sama-sama termaktub dalam SKB tersebut.
No comments:
Post a Comment