Ketua Komisi III DPR RI, Benny K Harman menyatakan bahwa mantan Kapolri, Bambang Hendarso Danuri pernah menyatakan bahwa kasus Gayus berpotensi menggoyang Republik jika dibongkar, hal ini disebabkan kasus ini dapat memicu instabilitas politik dan ekonomi karena berkaitan dengan grup-grup besar. Grup-grup tersebut tidak saja memiliki kekuatan ekonomi namun juga pengaruh politik yang besar. Jika ini benar, artinya polisi belum berubah, polisi belum lagi direformasi, ini juga berarti polisi lebih mengutamakan kepentingan elite ekonomi dan politik itu daripada rasa keadilan rakyat yang sudah lama tercabik-cabik akibat dagelan berbagai kasus hukum yang memihak dan sama sekali tidak adil.
Kasus Gayus memang berkembang ke mana-mana. Gayus yang awalnya dikatakan menerima gratifikasi dari wajib pajaknya kemudian juga berkasus penyuapan dalam proses hukumnya (tidak hanya satu kasus penyuapan lho?!) kemudian ditambah kasus baru terkait "lawatannya ke luar negeri" dalam masa tahanan dan pemalsuan paspor. Satgas Mafia Hukum sempat menduga bahwa perkembangan kasus Gayus yang ke mana-mana dan didukung banyak kekuatan dari luar penjara ini merupakan bagian dari drama pengalihan isu pengungkapan mafia pajak yang lebih besar. Sebagaimana diketahui, penyidikan kasus Gayus yang dimulai dari korupsi gratifikasi ini diarahkan oleh satgas untuk mengungkap "big fish" mafia pajak yang berada di atas Gayus, karena Gayus hanyalah pegawai golongan III.
Selain masalah tersebut, masalah hukum lainnya yang sangat memedihkan hati rakyat Indonesia adalah kasus Century yang tenggelam cukup lama. Kasus ini juga jelas menyentuh orang-orang besar di pemerintahan. Jika kita menambahkan daftar panjang kekecewaan rakyat pada pemerintah maka kita bisa menyebutkan kasus lumpur lapindo, kenaikan harga sejak akhir tahun 2010 kemarin, kenaikan BBM (pertamax sudah naik lebih dulu, lebih mahal dari merek lainnya dengan nilai oktan yang sama) dan kemungkinan besar akan diikuti pula oleh kenaikan tarif dasar listrik.
Rentetan permasalahan yang belum semuanya disajikan tersebut mungkin yang menyebabkan tokoh agama turun gunung untuk mengingatkan pemerintah (saya lebih nyaman menggunakan istilah ini daripada mengatakan pemeritah berbohong) bahwa keberhasilan di berbagai bidang yang diklaim dicapai oleh pemerintah tidak dirasakan oleh rakyat banyak. Sebaliknya kesengsaraan rakyat yang dibaca oleh rakyat sebagai kegagalan pemerintah tidak dirasakan oleh pemerintah. Rakyat tidak meminta pemerintah meningkatkan pendapatan per kapita Indonesia jika kehidupan ekonomi mereka malah semakin sulit. Rakyat tidak meminta pemerintah meningkatkan angka penanganan kasus hukum jika hukum hanya berlaku untuk mereka dan tidak berlaku untuk para elite, rasa keadilan mereka semakin terluka dan hidup mereka jauh dari rasa aman. Lebih baik bagi mereka jika pemerintah tidak memiliki prestasi dunia namun kaya akan prestasi yang dapat dirasakan oleh rakyat, sebenarnya peremintah melayani siapa? Lembaga-lembaga dunia sehingga senantiasa ingin menunjukkan prestasinya sesuai keinginan lembaga-lembaga tersebut? Para elite sehingga senantiasa bekerja untuk keuntungan mereka? Atau rakyat?
Penyakit Indonesia sudah kronis. Namun, pasien bernama Indonesa itu masih berkata pada dokternya, "Saya masih sehat, bahkan sangat sehat, saya tidak perlu minum obat yang bapak berikan, menjalankan pantangan yang bapak perintahkan dan melaksanakan saran-saran yang bapak anjurkan, semuanya baik-baik saja. Lihat, berat badan saya sekian, tinggi badan bertambah sekian, suhu tubuh saya sekian, detak jantung sekian, tekanan darah sekian, kadar gula darah sekian dan kadar kolesterol sekian." Dokter hanya menggeleng melihat kondisi fisik pasien yang matanya hampir buta, telinganya hampir tuli, lidahnya mulai kaku dan bicaranya tidak jelas, ditambah lagi tangan dan kaki yang lumpuh, tubuh yang kurus kering dan rongga-rongga di tubuh mengeluarkan darah.
Kritik-kritik yang dilontarkan berbagai pihak adalah pesan bahwa krisis kepercayaan mulai terjadi di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Jangan sampai sikap yang salah
dari pemerintah maupun elit membuat krisis baru yang tidak kita inginkan, krisis politik. Apalagi krisis politik sedang musimnya, ambillah pelajaran dari krisis politik di Tunisia, Pakistan dan Thailand. Jadilah orang-orang berakal, karena hanya orang berakallah yang dapat mengambil pelajaran.
dari pemerintah maupun elit membuat krisis baru yang tidak kita inginkan, krisis politik. Apalagi krisis politik sedang musimnya, ambillah pelajaran dari krisis politik di Tunisia, Pakistan dan Thailand. Jadilah orang-orang berakal, karena hanya orang berakallah yang dapat mengambil pelajaran.
No comments:
Post a Comment