Pelantikan Menteri Baru |
Jika saja reshuffle tahun ini tidak terjadi, mungkin reshuffle akan benar-benar menjadi isu tahunan. Isu reshuffle kabinet tahun lalu juga terjadi menjelang satu tahun pemerintahan SBY-Boediono yang dilantik 20 Oktober 2009. Namun, reshuffle kali ini yang katanya untuk memperbaiki kinreja kabinet agaknya diragukan banyak pihak dilakukan benar-benar karena motif perbaikan tersebut. Menteri-menteri yang kementeriannya tersangkut kasus korupsi aman-aman saja, beberapa menteri lainnya hanya pindah pos, pencopotan beberapa menteri juga dipertanyakan alasannya. Bahkan, tudingan bahwa reshuffle adalah bagian dari persiapan logistik menghadapi pemilu 2014 juga bisa jadi benar adanya.
Kementerian Pemuda dan Olahraga yang tersangkut kasus korupsi terkait proyek wisma atlet SEA GAMES Jakarta-Palembang yang digelar sebentar lagi, menterinya tenang-tenang saja dan akhirnya memang tidak dicopot atau digeser. Menpora Andi Mallarangeng memang sampai saat ini tidak terbukti terlibat dalam kasus korupsi di kementerian yang dipimpinnya tersebut, namun tentu saja kinerjanya sebagai menteri akan terganggu dengan ulah oknum-oknum bawahannya yang terlibat. Kinerja kemenpora tidak dapat dikatakan lancar selama kasus ini belum terselesaikan. Amannya posisi Andi Mallarangeng mungkin dapat dipahami mengingat kedudukannya sebagai salah satu kader partai Demokrat yang menjadi partai berkuasa dalam pemerintah saat ini, namun hal yang sama tidak berlaku bagi kementerian lainnya yang juga dibelit kasus korupsi, kementerian tenaga kerja. Menaker Muhaimin Iskandar sebagai menteri dari PKB juga tengah dirundung masalah di kementerian yang dipimpinnya, namun ia sama sekali tak terkena imbas reshuffle. Selama kasus korupsi di tubuh kemenaker belum beres, Muhaimin tentu tetap harus bersibuk-sibuk ria dengan kasus itu disamping tugas-tugas di kementerian. Bagaimanapun, munculnya kasus korupsi yang besar di kementerian mengindikasikan kegagalan sang menteri memimpin jajarannya.
Kemampuan menteri yang digeser ke kementerian lainnya juga diragukan. Soalnya, pos lama dengan pos baru dapat dikatakn jauh berbeda. Apakah memang menteri-menteri ini punya kompetensi ganda yang sama-sama memadai untuk memimpin kementerian lain yang berbeda? Atau presiden SBY dulu salah menempatkannya sehingga sekarang ingin memperbaikiny? Kalau begitu, bisa saja presiden salah menempatkan sekali lagi bukan? Ukuran profesionalitas menteri memang belum jelas. Beberapa menteri yang dipindah adalah EE Mangindaan yang sebelumnya memimpin Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dipercayakan untuk menggantikan Freddy Numbery yang dicopot dari Kementerian Perhubungan. Pos lamanya di Kemen PAN dan RB diisi politisi PAN asal Aceh, Azwar Abu Bakar. Penggantinya ini pun ditengarai hanya untuk perwakilan daerah saja bukan pertimbangan kompetensi, apalagi Aceh memenangkan SBY dalam pemilu 200
9 dengan dukungan suara hingga 94%. Menteri ESDM yang baru malah diisi mantan Menbudpar Jero Wacik. Sementera pos Kementerian Budaya dan Pariwisata berganti nama menjadi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dipimpin mantan Menteri Perdagangan Marie Elka Pangestu. Kata "Budaya" dalam Kemenbudpar dikembalikan ke Kemendiknas sehingga menjadi Kemendikbud, dengan tetap dipimpin M Nuh. Menteri Lingkungan Hidup Gusti Muhammad Hatta menggantikan Suharna Surapranata yang dicopot dari Kementerian Ristek. Tentu antara pos lama dengan pos baru memiliki kualifikasi kebutuhan menteri yang berbeda, yang menjadi catatan adalah sedrastis apa perbedaan antara dua pos tersebut.
Menteri yang dicopot antara lain Freddy Nubery dari Kementerian Perhubungan, Patralis Akbar dari Kemenkumham, Fadel Muhammad dari KKP dan Suharna Surapranata dari Kemenristek. Dua menteri lainnya yaitu mantan Menpera Suharso Muonoarfa mengundurkan diri sementara mantan Meng BUMN Mustafa Abu Bakar diganti karena alasan kesehatan. Yang paling menarik perhatian dari pencopotan menteri ini di antaranya adalah digantinya Fadel Muhammad dari KKP padahal kinerjanya dapat dikatakan sangat baik bila dibandingkan dengan kinerja menteri-menteri lainnya yang tetap dipertahankan atau digeser. Jadi, sekali lagi, bagaimana sebenarnya ukuran profesionalisme menteri yang diharapkan Presiden jika Fadel dicopot sementara Andi Malarangeng dan Muhaimin tetap? Entahlah...
TIdak lengkap rasanya membahas reshuffle tanpa membahas sikap PKS terkait reshuffle satu orang menterinya yang sempat hangat diberitakan di berbagai media. Jika penjelasan-penjelasan sebelumnya menunjukkan bahwa reshuffle terindikasi tidak memberikan kontribusi yang signifikan bagi peningkatan profesionalisme kabinet, maka reaksi dari PKS juga menunjukkan bahwa reshuffle juga tidak memberikan kontribusi bagi penguatan deal-deal politik dan penataan koalisi. Jadi, apa motif Presiden capek-capek reshuffle kabinet jika tidak signifikan meningkatkan profesionalisme kabinet maupun penguatan kontrolnya atas kekuatan koalisi? Saya malah menduga awalnya reshuffle mungkin benar-benar hanya isu yang dilemparkan ke publik untuk menggertak koalisi saja. Namun, setelah Wiranto mengatakan reshuffle hanya isu tahunan, Presiden ingin membantah isu ini dengan benar-benar melaksanakan reshuffle tahun ini, tidak hanya gertakan seperti tahun lalu yang juga menghangat di bulan Oktober namun tidak jadi. Karena perubahan rencana ini maka reshuffle tidak maksimal baik untuk peningkatan kinerja atau menjinakkan koalisi, sehingga bisa dikatakn reshuffle ini hanya reaksi panik. Boleh-boleh saja kan berpendapat begitu? Hehehe...
sumber foto: mediaindonesia.com
No comments:
Post a Comment