gambar : rencana reaktor nuklir muria
Di tahun 2010 ini, IAEA menyatakan Indonesia memiliki tingkat keselamatan nuklir 100 persen dan mengakui kesiapan Indonesia membangun PLTN. Dukungan pengembangan nuklir di Indonesia juga datang dari Rusia dan Iran.
Rusia bahkan menawarkan pembangkit nuklir terapung, suatu teknologi pembangkit nuklir mutakhir yang baru diluncurkan Rusia Juli 2010 lalu. Pembangkit nuklir terapung yang dinamakan Akademik Lomonosov ini jika digunakan dapat memproduksi listrik dan panas bagi 200.000 orang. Jika digunakan untuk memproses air laut, pembangkit ini akan menghasilkan 240.000 meter kubik air segar setiap hari. Ini berarti solusi ganda bagi kebeutuhan energi nasional yang selama ini masih belum mampu memenuhi kebutuhan salah satu negara dengan penduduk terpadat di dunia ini, sekaligus solusi bagi ketersediaan air bersih, wow!
Sementara dukungan Iran salah satunya dilontarkan oleh utusan khusus Presiden Iran, Alaeddin Boroujerdi, "Kami siap bekerja sama dengan Indonesia dalam hal teknologi nuklir berdasarkan ketentuan internasional di bawah NPT (Non Poliferation Treaty)". Ketua Komisi I Parlemen Iran itu menjelaskan bahwa Iran menentang keras upaya-upaya monopoli dalam energi nuklir di dunia, mengingat cadangan minyak bumi dunia yang merupakan sumber energi di dunia saat ini semakin menipis. Boroujerdi berpendapat bahwa penguasaan teknologi nuklir merupakan hal yang tidak bisa ditawar, bila suatu negara ingin mandiri. "Negara mana pun yang tidak memiliki teknologi nuklir, tidak akan bisa menjadi negara mandiri di masa datang," katanya.
Wacana pengembangan nukir di Indonesia memang masih kontroversial, terutama dalam hal penerimaan masyarakat. Kontroversi lainnya adalah masih adanya dugaan kepentingan asing dalam proyek nuklir ini, ditambah masih sempitnya pandangan umum yang selalu mengidentikkan nuklir dengan senjata. Di luar negeri, penentangan juga dilakukan misalnya AS, oleh pakar energi mereka, Janice Hamrin. Padahal AS dan sekutunya juga negara yang mengembangkan nuklir, dan AS pula yang pertama kali menggunakan nuklir sebagai senjata (peristiwa dijatuhkannya the "Little Boy" di Hiroshima dan Nagasaki pada 6 dan 9 Agustus 1945).
Setiap teknologi tentu mengandung resiko, pesawat bisa jatuh, kapal tenggelam, kasus lumpur panas di porong, sidoarjo dan pencemaran teluk buyat tidak membuat industri penerbangan, transportasi laut dan pertambangan dilarang, sehingga sebenarnya ancaman keselamatan diri dan lingkungan selalu ada dalam rekayasa teknologi. Contoh yang lebih umum adalah, telepon seluler yang hampir setiap orang memilikinya, juga menyimpan potensi bahaya. Berapa banyak kasus ledakan telepon selular memakan korban, minimal luka bakar ringan. Jadi, kita tak seharusnya paranoid dengan resiko namun harus juga menerima kenyataan bahwa resiko tersebut dapat dihindarkan dan kita mampu menghindarinya. Buktinya, sudah banyak negara memanfaatkan nuklir sebagai tulang punggung energinya. Indonesia sendiri selama ini mempunyai dan menjalankan tiga reaktor nuklir untuk kepentingan riset di Yogyakarta(250 kW), Bandung (1 MW) dan Serpong (30 MW), jadi kenapa tidak untuk energi? Sekarang, saatnya energi nuklir untuk Indonesia.
sumber-sumber:
Tawaran Rusia: Pembangkit Nuklir Terapung
IAEA Akui Kesiapan Indonesia Bangun PLTN
Keselamatan Nuklir Indonesia Dinilai Baik
Iran Siap Dukung Nuklir Indonesia